Breaking News

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday 14 January 2015

Mengenang Mahar Laskar Pelangi

Meninggalnya Verrys Yamarno yang ditemukan telah tak bernyawa di kamar kosnya di Jalan Kramat V, Kelurahan Kenari, Senen, Jakarta Pusat, Senin, 12 Januari 2015, sontak mengingatkan kita pada sosok kecil Verrys yang memerankan Mahar nan kreatif dalam lakon film Laskar Pelangi yang fenomenal itu.

Terkenanglah kita pada Mahar kecil yang ke mana-mana selalu membawa radio untuk mendengarkan musik jazz kesukaannya. Lantaran lagaknya yang eksentrik itulah, ibu guru Muslimah di SD Muhammadiyah Belitong menunjuknya menjadi sutradara sebuah pertunjukan untuk disertakan dalam sebuah karnaval 17an di daerahnya.




Ya, ya... mengenangkan Verrys adalah juga mengenangkan Mahar yang miskin dan bersekolah di sebuah SD Muhammadiyah di pulau Belitong, sebuah sekolah dengan keadaan yang serba kekurangan dan nyaris roboh.

Lantaran kondisi sekolah yang memprihatinkan itulah, tidak ada orang tua  kaya yang mau menyekolahkan anak-anaknya di sekolah itu. Hanya orang tua miskin yang mau menyekolahkan anaknya di sana karena sekolah ini memang tidak memungut iuran sedikitpun. Hingga Depdikbud Sumsel memperingatkan hendak menutup sekolah itu jika siswa yang mendaftar tidak mencapai sepuluh orang.

Sampai waktu yang ditentukan baru sembilan orangtua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah itu. Pak Harfan yang bernama lengkap Ki Agus Harfan Efendy Noor, selaku kepala sekolah sudah bersiap untuk memberikan pidato penutupan sekolah sesuai instruksi dari Pengawas Sekolah Depdikbud Sumsel.

Untunglah Harun datang menggenapi kekurangan itu. Sekolah tidak jadi ditutup karena di sekolah itu ada sepuluh orang siswa baru yang terdiri: Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani dan Harun.

Mengenangkan Mahar adalah juga membayangkan repotnya Bu Mus yang bernama lengkap Nyi Ayu Muslimah Hafsari, satu-satunya guru yang mengampu semua mata pelajaran di SD Muhammadiyah itu. Mulai dari pelajaran umum hingga keagamaan.

Meski hanya digaji 15 kilogram beras setiap bulannya Bu Mus tetap menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan. Bersama Pak Harfan Bu Mus berjuang mati-matian untuk tetap menjaga keberlangsungan sekolah itu. Untuk mencukupi kebutuhan pribadi, Bu Mus menerima jahitan baju, sedangkan Pak Harfan mengolah sebidang kebun untuk menghidupi keluarganya.

Mengingat Mahar, terkenang juga pada sosok Lintang, seorang anak pesisir miskin yang harus mengayuh sepedanya sejauh 80 kilometer pulang pergi untuk merasakan nikmatnya pendidikan. Tak jarang saat melintasi rawa yang merupakan rute perjalanannya dia dihadang buaya yang sedang berjemur, namun ia tidak pernah membolos hanya karena alasan buaya.

Anak pesisir ini diceritakan sebagai anak jenius, siswa SD Muhammadiyah yang mampu mengharumkan nama sekolahnya dalam lomba cerdas cermat di kota kecamatan, dia melahap semua pertanyaan matematika tanpa menggunakan alat bantu, soal baru selesai dibacakan dengan seketika jawaban meluncur dari mulut Lintang. Dalam perlombaan itu Lintang dituduh curang oleh guru dari Sekolah PN Timah, sekolah elit yang ada di Belitong, di mana siswa yang bersekolah di sini adalah anak dari pegawai tinggi Perusahaan Negara (PN) Timah.

Perusahaan yang menguras kekayaan negeri Belitong menggunakan kapal keruk yang bekerja siang malam tanpa henti dan menghasilkan kekayaan yang melimpah bagi negara, namun orang-orang melayu Belitong masih saja terkungkung oleh jerat kemiskinan yang tidak berkesudahan. Drs. Zulfikar, guru yang berijazah dan terkenal, namun saat ditantang untuk menghitung kembali pertanyaan, sang guru sekolah kaya itu dapat dikalahkan. Hingga akhirnya sekolah miskin SD Muhammadiyah mampu menjadi jawara.

Mahar sang seniman cilik juga mampu mengharumkan nama SD Muhammadiyah untuk pertama kali dalam Karnaval 17 Agustus. Mahar menciptakan suatu koreografi indah tak tertandingi oleh peserta karnaval lainnya, walaupun untuk menciptakan karya seni tersebut Mahar mengorbankan anggota Laskar Pelangi lain yang berperan sebagai penari dengan membuat kalung dari buah aren yang gatalnya bisa berhari-hari. Melalui tangan dinginnya sekolah mereka yang hampir roboh itu mampu membawa pulang trofi jawara karnaval yang dua puluh sebelumnya selalu dipegang oleh sekolah PN Timah.

Mengingat Mahar, adalah juga membayangkan cinta monyet Ikal kepada gadis Hokian yang masih sepupu A Kiong teman sekelasnya. Cinta yang bersemi di toko kelontong “Sinar Harapan” langganan SD Muhammadiyah membeli kapur tulis secara kredit. Sayang di sayang, cinta mereka kandas lantaran A Ling harus pergi ke Jakarta untuk menemai bibinya. Cinta Ikal kepada A Ling harus berakhir karena jarak.

Mengenangkan Mahar, adalah juga mengenangkan kisah kemiskinan yang membuat Lintang si jenius dari pesisir harus meninggalkan bangku sekolah karena masalah ekonomi, lantaran ayahanya meninggal dunia sementara dia sebagai anak laki-laki tertua harus menghidupi semua kebutuhan adik-adiknya.

Rupanya, kemiskinan yang mereka lalui di dalam kisah film maupun kenyataan, juga terbawa hingga pemeran Mahar dewasa, saat dirinya telah menjadi mahasiswa Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta semester III ini yang diduga meninggal karena sakit.

***

Mengenangkan Mahar adalah merasai hidup yang penuh pura-pura di negeri ini. Mahar dan kawan-kawannya para pemeran Laskar Pelangi yang kala itu disanjung puja oleh banyak orang Belitong, termasuk pejabatnya, ternyata ditinggalkan dalam  nestapa saat eforia film itu telah surut.

Pemeran Mahar itu harus pergi dalam kepapaan dan ketiadaan biaya bahkan untuk berobat. Kematian Mahar itulah yang kemudian membuka tabir kehidupannya yang serba kekurangan. Seperti ditulis tempo.co, kakak angkat Mahar, Jauhari, mengatakan Pemerintah Kabupaten Belitung dan Belitung Timur tidak memberikan perhatian bagi Mahar dan teman-temannya. Bahkan, hadiah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas meledaknya film Laskar Pelangi saat itu ternyata laptop rusak.

Menurut Jauhari, saat Mahar berkunjung ke rumahnya di Sungailiat, Kabupaten Bangka, ia pernah bercerita mendapatkan laptop rusak sebagai kenang-kenangan dari SBY.

"Sambil mengeluh sakit kepala seusai kecelakaan, Varrys bercerita tentang kehidupannya yang penuh kekurangan. Laptop hadiah SBY yang rencananya buat melanjutkan pendidikan baru dipakai sebentar sudah rusak," ujar Jauhari saat dihubungi Tempo, Selasa, 13 Januari 2015.

Betapa kerapnya kita menyaksikan para pejabat atau mereka yang berkuasa mengambil peran dalam keriuhan peristiwa yang ujungnya tak lebih sebagai pencitraan belaka.

Sampai kita menjadi hafal benar dengan tabiat mereka yang selalu tampil mengambil keuntungan, bahkan saat bencana tiba.

Perginya Verrys semoga menjadi guru bagi kita sekalian, agar kita tidak terlalu memamerkan syahwat kepingin tampil dan dipuji banyak orang. Bayangkanlah, bagaimana suka-citanya Verrys dan kawan-kawan saat beroleh kesempatan kuliah di Institut Kesenian Jakarta dengan dukungan pejabat pemerintah daerah Belitong. Bayangkanlah, Verrys bakal memetik kesuksesannya sebagai pekerja film, sebagimana para tokoh dalam film Laskar Pelangi.

Selamat jalan Verrys, selamat jalan wahai pelakon, selamat bertemu kembali dengan Sang Sutradara semua kisah.sumber kompas

Wednesday 7 January 2015

Keluarga Korban Pesawat AirAsia yang Masih Berharap Mukjizat

Psikiater Rumah Sakit Sutomo, Surabaya, Margarita Maramis mengapresiasi positif tawaran Panglima TNI Jenderal Moeldoko kepada keluarga korban pesawat AirAsia QZ8501 untuk melihat secara langsung lokasi jatuhnya pesawat tersebut.
Margarita mengatakan, tawaran semacam itu akan berimbas positif bagi psikologi keluarga korban yang mulai berlapang dada terhadap bencana tersebut.
Margarita tak menampik bahwa ada keluarga korban yang hingga saat ini masih berharap mukjizat anggota keluarganya masih selamat dari kecelakaan pesawat itu. Bagi keluarga korban yang demikian, tawaran Panglima TNI tersebut malah membuat keluarga korban tak nyaman.
"Bagi yang belum yakin keluarganya selamat, masih memiliki harapan keluarganya bukan jadi korban, tentu ini tidak nyaman," ujar dia.

Oleh sebab itu, Margarita melanjutkan, ajakan melihat langsung lokasi jatuhnya AirAsia itu akan lebih bermanfaat bagi keluarga korban yang realistis dan pasrah atas apa yang terjadi.
Sebagai psikolog yang bertugas mendampingi keluarga korban, lanjut Margarita, di sinilah peran dirinya dan rekan seprofesi dibutuhkan. Pendampingan psikologis itu sangat berguna bagi penerimaan keluarga korban terhadap musibah yang terjadi.
"Kami ini terus mendampingi. Saat anggota keluarga mereka belum ketemu, atau bagi yang ketemu, saat penyerahannya. Bahkan, kami ikut juga dalam pembicaraan bagaimana kehidupan mereka yang ditinggalkan ke depannya," ujar Margarita.
Margarita memastikan bahwa pendampingan psikologis tersebut tak berhenti begitu korban dipulangkan ke keluarga lalu dimakamkan. Ia dan rekan seprofesi berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan, bahkan sampai setelah musibah ini berlanjut.
Hingga Selasa kemarin, DVI sendiri berhasil mengidentifikasi 16 dari 37 jasad yang berada di RS Bhayangkara Surabaya. Identifikasi jasad itu berdasarkan pencocokan antemortem dengan posmortem.
Ada pun total jumlah penumpang dan awak pesawat, yakni 162. Selasa sore, Basarnas kembali menemukan dua jenazah. Rencananya, dua jenazah itu akan dikirimkan ke Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Jawa Timur, Rabu (7/1/2015) ini, untuk diidentifikasi.
sumber kompas

Sunday 4 January 2015

Hari Kedelapan, Basarnas Konfirmasi 34 Korban AirAsia Sudah Ditemukan

Hingga hari kedelapan pencarian korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, Badan SAR Nasional sudah menemukan 34 jenazah di Selat Karimata, perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
"Saya konfirmasi, untuk jenazah sudah 34 jenazah yang ditemukan," kata Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo, di Kantor Basarnas, Jakarta, Minggu (4/1/2015)
Seluruh jenazah, kata Soelistyo, hingga saat ini sudah dikirim ke Surabaya untuk proses identifikasi. Proses identifikasi akan dilakukan oleh tim Disaster Victim Identification yang akan dipimpin oleh DVI Polda Jawa Timur.
Memasuki hari kedelapan, tim SAR gabungan yang dipimpin Basarnas masih disulitkan oleh cuaca yang kurang baik. Tim SAR gabungan sudah berusaha melakukan penyelaman, namun masih terkendala terbatasnya pandangan penyelam akibat lumpur di dasar laut.

"Mencoba penyelaman, tapi kembali lagi karena tidak memungkinkan. Safety tentu juga penting," ucap Soelistyo.
Dari 34 jenazah yang sudah ditemukan, tim DVI baru memastikan sembilan identitas korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Sebanyak 21 jenazah masih dalam proses identifikasi oleh tim DVI di Posko Antemortem di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Sedangkan 4 jenazah lain baru saja tiba dari Pangkalan Bun, setelah baru ditemukan hari ini.
Berikut nama korban yang sudah dipastikan identitasnya:
- Hayati Lutfiah Hamid (29), warga Sedati, Sidoarjo.
- Grayson Herbert Linaksita (11), warga Lebak Indah Mas, Surabaya.
- Khairunisa Haidar Fauzi (22), warga Palembang.
- Kevin Alexander Soecipto (21) asal Malang.
- Hendra Gunawan Syawal (23), warga Gundi, Surabaya.
- The Meiji Thejakusuma (44), warga Kupang Indah, Surabaya
- Wismoyo Ari Prambudi (24) asal Klaten, Jawa Tengah.
- Jie Stevie Gunawan (10) asal Surabaya, Jawa Timur.
- Juanita Limantara (30) asal Surabaya, Jawa Timur.

sumber kompas

Friday 2 January 2015

Pesawat Orion Korsel Temukan Tiga Korban AirAsia Berjajar di Kursi Penumpang

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto mengatakan, Pesawat P-3 C Orion KN-01 milik Korea Selatan berhasil menemukan enam jenazah penumpang pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata, Jumat (2/1/2015). Setelah menyusuri lokasi pencarian selama lebih dari dua jam, tim evakuasi menemukan tiga jenazah dalam keadaan duduk dalam satu barisan kursi.

"Pada pukul 11.58 WIB mereka berhasil menemukan tiga jenazah duduk di kursi dalam satu baris (row) pada koordinat 03.52.34.S dan 110.29.50.E," ujar Hadi melalui pernyataan tertulis.
Hadi mengatakan, pencarian dilakukan pada ketinggian 300 kaki atau 100 meter di atas permukaan laut. Kemudian pada pukul 12.31 hingga 13.00 WIB, awak pesawat kembali menemukan tiga jenazah lainnya di lokasi yang tidak jauh dari lokasi penemuan tiga jenazah sebelumnya.
"Setiap penemuan korban segera disampaikan lewat radio di samping melempar suar penanda posisi setiap korban untuk dievakuasi oleh KRI 357 Bung Tomo yang juga mengatur kapal lain," kata Hadi.
Hadi mengatakan, satuan tugas pesawat P-3C Orion Korsel ini dibawah pimpinan Mission Commander Colonel Yoon Kiheui, dengan Captain Pilot Mayor Lee Jung Bong dan Captain Song Yong Hoon, serta Copilot Captain Jang Woo Yong dan Captain Lee Gyu Yoon.
Tim Korsel juga melibatkan personil perwira penerbang CN-295 TNI Angkatan Udara Mayor Pnb Trinanda Hasan dari Skadron Udara 2 Halim yang bertindak selaku observer sekaligus  penerjemah.
Informasi tersebut pun dibenarkan oleh Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo. "Iya, di kotak merah," kata Soelistyo. Kotak merah yang dimaksud merupakan sektor prioritas pencarian di Selat Karimata dengan luasan 1.575 nautical miles.
Hingga malam ini, Basarnas merilis sudah ada 30 jenazah yang ditemukan dalam pencarian hari keenam.
Berikut perinciannya:
- 10 jenazah berada dalam penerbangan dari Pangkalan Bun ke Surabaya
- 4 jenazah masih berada di Pangkalan Bun
- 7 jenazah masih berada di KRI Bung Tomo.
- 1 jenazah berada di KD Pahang
- 8 jenazah di Surabaya
sumber kompas